Untung Rugi Masalah Perhajian
*Untung Rugi Masalah Perhajian*
MS.Tjik.NG
Setiap kali ongkos, atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) naik, maka dapat dipastikan pemerintah akan menuai respon dan kritikan, tak lepas sorot tajam dari publik, beragam reaksi muncuat dari Ummat Islam.
Dulu populer dengan Diksi ONH (Ongkos Naik Haji), maka dengan nada canda sering diplesetkan dengan narasi "wajar naik karena namanya juga Ongkos "Naik" Haji bukan OTH Ongkos Turun Haji.
Permasalahan utama perhajian bertumpuh dan terkonsentrasi pada persoalan Biaya perjalanan ibadah Haji (Bipih) bukan pada sektor lainnya. Meskipun pada sektor pelayanan juga rentan mendapat kritikan jemaah haji baik masih di dalam negeri maupun di tanah suci, kerap menuai protes dan kritikan tapi tidak terlalu sereaktif dengan kenaikan Bipih.
Seiring dengan kondisi ekonomi yang lagi tidak baik-baik saja. Membuat daya beli ummat menjadi melemah.
Terkait BPIH , Saban tahun Kemenag RI menyampaikain usulan awal Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), Untuk tahun 1445 H/2024 M ke Komisi VIII DPR RI usulan disampaikan dengan rata-rata Rp.105 juta.
Berapa biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayar jemaah haji Indonesia ?
UU. Nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan Umrah mengatur bahwa BPIH adalah "sejumlah dana yang digunakan untuk keperluan operaisional Penyelenggaraan ibadah haji . Pasal 44 menyebut kan bahwa BPIH bersumber dari Bipih (biaya perjalanan ibadah haji) yang harus dibayar jemaah), anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), Nilai manfaat, Dana efisiensi dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Maka Bipih yang harus dibayar jemaah tersebut adalah bagian dari BPIH. Jika Kementrian Agama menyampaikan usulan awal BPIH Rp. 105 juta tidak berarti sejumlah angka itu yang harus dibayarkan oleh jemaah. Berapa besaran biaya yang akan dibayar jemaah haji 2024 belum ditentukan masih dikaji dalam pembahasan antara Panja Kemenag dan Komisi VIII DPR RI termasuk untuk mempertimbangkan nilai kurs Dollar dan Riyal terhadap rupiah.
Namun demikian bisa diduga angka usulan awal Pemerintah tersebut di atas tidak jauh beda, yakni bergeser beberapa digit saja dari biaya haji tahun 1444H/2023M yang lalu, yaitu Rupiah 90.050.637 (90.05) .
Dana yang dibayarkan oleh jemaah disebut "Bipih" sebagai salahsatu komponen dari BPIH. Sedangkan "Nilai manfaat haji" adalah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi .
Dalam konteks ini, Pemerintah Indonesia harus mampu untuk memanfaatkan momentum itu, menjadi peluang ekonomi yang bisa menambah profit dan pendapatan negara. Potensi keuntungan ekonomi ini akan jauh lebih besar jika mengikut sertakan ibadah Umrah ke dalam skenario road map bisnis haji dan Umrah.
Negara bisa saja melibatkan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ). Diketahui Jemaah haji dan Umrah dari Indonesia bisa mencapai 1,5 juta orang terdiri dari 200 ribu jemaah haji dan dan 1,3 juta jemaah Umrah . Dengan jumlah sebesar itu terdapat banyak potensi bisnis yang bisa dimainkan untuk menciptakan lapangan kerja dan keuntungan ekonomi bagi rakyat Indonesia.
Menunaikan Ibadah haji dan Umrah ke tanah suci adalah sebuah ritual sakral bagi ummat Islam. Sebuah panggilan suci yang harus direspon dengan senang hati dan keikhlasan. Karena Haji merupakan "ibadah" dari Rukun Islam yang harus ditaati, maka sudah tentu ibadah haji tidak mengenal komersialisasi tidak bersingungan dengan istilah "untung atau rugi' . Bahkan dapat dipastikan 100% untung baik secara individual maupun komunal nasional.
Dalam UUD 1945 pasal 33 (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- sebesar untuk kemakmuran rakyat.
Manfaat dari hasil kekayaan alam, SDA yang berlimpah itu jelas mutlak dan dapat digunakan untuk kepentingan rakyat termasuk di dalam nya ummat Islam. Dalam hal ini tidak keliru dan tidak haram alias halal kekayaan negara dimanfaatkan untuk membantu ummat Islam yang mau menunaikan ibadah haji.
Negara yang kaya raya dengan SDA alamnya ini wajar-wajar saja, masuk akal jika membantu, mensubsidi ummat Islam yang hendak berangkat haji. Dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundang undangan haji yang berlaku.
Tidak ada bisnis, komersialisasi dan kapitalisasi haji, meski demikian diyakini bahwa dalam beribadah termasuk ibadah haji tidak akan pernah tekor dan merugi, yang pasti mendapat keuntungan di dunia dan akhirat.
Perjalan ibadah haji ke tanah suci merupakan perbuatan amal saleh. Dalam perspektif Al-Qur'an masuk kategori "Tijaroh" atau perniagaan yang yang dapat menyelamatkan ummat manusia dari azab yang pedih. Dan sudah pasti ini sebuah perdagangan yang tidak merugi, "Lan Tabur" ( لن تبور ).
QS. As-Saff ayat 10
ياايهاالذين امنوا هل ادلكم علئ تجارۃ تنجيكم من عذاب اليم
"Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih".
Lebih menukik nya pemahaman ayat ini sebagai garanti bahwa Pemerintah atau Negara tidak bakalan bangkrut (failur) lantaran tulus "membantu" dengan pengertian secara bertahap "meringankan" beban Ummat, untuk selanjutnya totalitas negara support bagi ummat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji.
Sesungguhnya masalah ibadah haji bukan lahan bisnis yang profit oriented. Pemerintah (Kemenag) hanya diberi amanah untuk mengatur, mengurus dan melayani sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keberkahan dan rahmat dari Allah SWT akan dilimpahkan kepada bangsa yang senabtiasa menjaga relasi, hablun minallah niscaya negara dan bangsa yang bersangkutan akan senatiasa "untung" dan tidak pernah rugi.
Wallahu A'lam Bisshawab.
C191123, Tabik 🙏
LPQQI tangsel akan mendesak komisi VIII agar menolak. Usulan menteri agama krn memberatkan calon jamaah yg sdh menabung lama,
BalasHapus